23 Nov 2010

Multisistem Pengelolaan Hutan (2): Sekilas tentang Silvikultur dan Pengelolaan Hutan

a. Silvikultur

Pengetahuan akan silvikultur pada dasarnya terbagi dalam 2 aliran utama yaitu: 1. Aliran eksperimentalis yang cenderung mencari teknik silvikultur agar potensi hutan menjadi optimal. 2. Aliran naturalis yang cenderung mengikuti alam (Soekotjo, 2009). Asosiasi ahli kehutanan Amerika (Nyland, 2002) menyatakan bahwa silvikultur adalah:

- Seni untuk membangun dan memelihara tegakan hutan dengan landasan ilmiah untuk
mengendalikan pemapanan tegakan, komposisi dan pertumbuhannya.
- Menggunakan perlakuan agar hutan menjadi lebih produktif, lebih bermanfaat bagi
pengusahaan hutan. Bermanfaat tidak hanya bagi pengusaha hutan tetapi juga bagi
masyarakat sekitar hutan dan masyarakat keseluruhan serta negera, baik generasi
kini maupun generasi mendatang, secara lestari.
- Mengintegrasikan konsep ekologi dan ekonomi pada perlakuan yang tepat untuk
memenuhi tujuan pengusahaan hutan.

Sementara itu dalam persfektif ekologi, Oldeman (1990) memberikan batasan bahwa silvikultur adalah ilmu pengetahuan kehutanan yang dirancang untuk mengendalikan proses yang terjadi di dalam ekosistem hutan, sedemikian rupa sehingga urutan perkembangan ekosistem hutan mencapai peluang tertinggi untuk kelangsungan hidup dari ekosistem hutan yang bersangkutan.

Dalam pengelolaan hutan produksi nasional, dikenal istilah sistem silvikultur. Sistem silvikultur merupakan suatu program perencanaan secara rinci dari perlakuan silvikultur yang mencakup seluruh kehidupan tegakan. Sistem silvikultur mencakup tiga perlakuan, yaitu: regenerasi, pemeliharaan dan pemanenan hasil. Sistem silvikultur menggambarkan bagaimana pemilik lahan mengelola suatu unit lahan selama waktu tertentu untuk kelestarian hasil dan mendapatkan keuntungan tertentu (Smith, 1986 dalam Nyland, 2002).

Sistem silvikultur dirancang untuk menangani seluruh kompleksitas biologis, fisik dan pertimbangan ekonomi yang mencakup problema pembalakan, manipulasi tegakan, proteksi terhadap tegakan, menjaga kelestarian kesuburan lahan hutan, mengatur tata air, menjaga kelestarian margasatwa dan administrasi pengelolaan hutan. Sistem silvikultur juga merupakan program untuk mampu merintis kondisi hutan yang diinginkan, yang akan menghasilkan produk atau kombinasi produk baru, lewat beberapa teknik silvikultur dan mengarahkan proses akibat tindakan silvikultur lewat satu atau beberapa rotasi (Soekotjo, 2009).

Sistem silvikultur terus mengalami perbaikan sesuai dengan kondisi hutan nasional. Beberapa diantaranya yang telah diterapkan dalam pengelolaan hutan produksi di Indonesia, meliputi:

• Tebang Pilih Indonesia (TPI). Ditetapkan melalui SK Dirjen Kehutanan No. 35/Kpts/
DD/I/1972 tanggal 13 maret 1972.
• Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Ditetapkan melalui SK Menhut No. 485/Kpts-
II/1989 tanggal 18 September 1989 dan pelaksanaannya diatur dengan SK Dirjen
Pengusahaan Hutan No. 564/KPTS/IV-BPHH/1989 tanggal 30 November 1989.
• Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ). Ditetapkan melalui SK Menhutbun No.625/Kpts-
II/1989 tanggal 10 September 1989.

b. Pengelolaan Hutan

Dalam UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan ditetapkan bahwa semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya serta serbaguna dan lestari untuk kemakmuran rakyat, pemerintah melakukan kegiatan pengurusan hutan, yang meliputi: Perencanaan kehutanan; Pengelolaan hutan; Penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan; dan Pengawasan.

Pengelolaan hutan pada dasarnya bagian dari kegiatan pengurusan hutan yang merupakan kegiatan yang meliputi: a. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan; b. Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan; c. Rehabilitasi dan reklamasi hutan; dan d. Perlindungan hutan dan konservasi alam.

Pengelolaan hutan nasional dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintan daerah (propinsi dan kabupaten). Pemerintah dapat pula melimpahkan penyelenggaraan pengelolaan hutan kepada badan usaha milik negara (BUMN) bidang kehutanan. Dalam rangka penguatan sistem pengurusan hutan nasional, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, kawasan hutan sesuai dengan fungsinya terbagi dalam KPH.

Kesatuan pengelolaan hutan (KPH) adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. KPH terdiri atas:
a. KPH konservasi (KPHK);
b. KPH lindung (KPHL); dan
c. KPH produksi (KPHP).

Sementara itu, wilayah pengelolaan hutan dibentuk untuk tingkat:
a. propinsi,
b. kabupaten/kota, dan
c. unit pengelolaan.

Pembentukan wilayah pengelolaan hutan tingkat unit pengelolaan dilaksanakan dengan
mempertimbangkan karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi daerah aliran sungai, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat termasuk masyarakat hukum adat dan batas administrasi pemerintahan. Pembentukan unit pengelolaan hutan yang melampaui batas administrasi pemerintahan karena kondisi dan karakteristik serta tipe hutan, penetapannya diatur secara khusus oleh Menteri Kehutanan.

Pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan
penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai, dan atau pulau guna optimalisasi
manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat.
Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional.

(Bersambung...)

18 Nov 2010

Multisistem Pengelolaan Hutan (1)

Pengelolaan hutan nasional dihadapkan pada kondisi dimana ekosistem hutan telah terfragmentasi dalam kotak-kotak kecil pengelolaan, dimana kotak besarnya berupa Hutan Lindung, Hutan Produksi dan Hutan Konservasi. Inilah cikal bakal dimana saat ini diangkat perlunya mengelola hutan dalam tiga sistem utama yang berbeda, yaitu pengelolaan hutan lindung, hutan produksi dan hutan konservasi.

Dalam setiap kotak besar pengelolaan sekala nasional, hutan pun terbagi lagi dalam Hutan Produksi Tetap (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Lindung (HL), Taman Nasional (TN), Cagar Alam (CA), Suaka Marga Satwa (SM) dst. Terlepas dari berbagai karakteristik ekosistemnya yang juga beragam, pada dasarnya kita (Kementrian Kehutanan) sebagai pemilik dan pengelola hutan menurut amanat undang-undang telah membuat banyak sistem pengelolaan setiap kotak hutan kita.

Di sisi lain, hutan pun tidak terlepas keterkaitannya dengan masyarakat. Tingginya tekanan masyarakat terhadap hutan akhirnya mendorong diterapkannya pola-pola pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Istilah pemberdayaan masyarakat atau partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan telah dipilih sebagai istilah penting untuk menarik simpati masyarakat agar tidak merusak dan menduduki kawasan-kawasan hutan di balik semboyan penting peningkatan kesejahteraan masyarakat yang seperti sangat jauh dari terwujud.

Sebelum kita bergerak dalam pemikiran pengelolaan hutan secara multisistem, tentunya harus difahami bahwa pengelolaan hutan sendiri pada dasarnya sudah banyak dan terdapat kerumitan bagi kita untuk mengkaitkan sistem pengelolaan satu dengan yang lainnya. Apakah terdapat hubungan antara pengelolaan hutan konservasi dengan hutan produksi, hutan produksi dengan hutan lindung atau hutan lindung dengan hutan konservasi? Jawabannya sangat jelas bahwa ketiga sistem pengelolaan tersebut berbeda dan tidak menyatu satu dengan lainnya.

Konsep Daerah Aliran Sungai (DAS) apakah bisa mengaitkan sistem pengelolaan hutan lindung, hutan produksi dan hutan konservasi? Jelas pula jawabannya tidak.

Jika demikian apakah yang bisa mempersatukan pengelolaan hutan nasional?

Sebelum kita lebih lanjut membahas apa itu multisistem pengelolaan hutan yang dimaksud dalam tulisan ini, sebelumnya penulis akan menjelaskan darimana ide multisistem pengelolaan hutan ini dituangkan.

Berikut penuliskan sajikan sebuah link yang bisa dijadikan referensi penting pemahaman mengenai multisistem silvikultur yang akan menjadi salah satu landasan perlunya merumuskan multisistem pengelolaan hutan nasional, yaitu:

"http://cecep_kusmana.staff.ipb.ac.id/2010/06/15/tinjauan-aspek-ekologi-penerapan-multisistem-silvikultur-pada-unit-pengelolaan-hutan-produksi/"

Multisistem silvikultur berbeda dengan istilah multisistem pengelolaan hutan yang dimaksud dalam tulisan ini. Hal ini penulis sampaikan untuk tidak menimbulkan kerancuan pemahaman selama pembahasan. Silvikultur adalah suatu teknologi atau metode untuk menumbuhkan hutan khususnya di hutan-hutan produksi dimana istilah silvikultur banyak dipergunakan. Sementara yang dimaksud dengan multistem pengelolaan hutan dalam tulisan ini bukanlah istilah silvikultur melainkan istilah pengelolaan hutan secara luas.

(Bersambung...)

7 Nov 2010

Memaknai Hari Pahlawan

Pahlawan adalah orang yang berhak mendapat ganjaran terhadap kebaikan yang telah dilakukannya khususnya terhadap bangsa dan negara. Pahlawan adalah orang yang berjasa. Pahlawan adalah orang yang menjadi kebanggan dan menjadi suri tauladan bagi para generasi penerusnya.  Pahlawan adalah orang yang telah mengorbankan dirinya untuk kemerdekaan dan kejayaan bangsa dan negaranya.

Jika ditelaah dari sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara. Mungkin bisa dijadikan bahan renungan adalah tidak semua kita akan sependapat siapa yang seharusnya mendapatkan gelar pahlawan nasional.  Seberapa penting kah pengorbanan yang telah dilakukan oleh orang yang berhak mendapat gelar pahlawan?  Sejarah mencatat pahlawan nasional yang tidak akan ada pertentangan kita terhadap kepatutannya dalam mendapatkan gelar tersebut. Beberapa diantaranya adalah Panglima Besar Jenderal Sudirman, Cuk Nyak Dien, Dr. Moh. Hatta, Kapitan Pattimura dan sederatan nama lainnya.  Pengorbanan mereka telah diakui dan tak diperdebatkan lagi.

Sekarang mari kita tinjau beberapa nama baru yang akan dicalon sebagai pahlawan nasional, diantaranya Ir. Soekarno (Proklamator Kemerdekaan dan Mantan Presiden RI),  Soeharto dan KH. Abdurrahman Wahid (Mantan Presiden RI).  Apakah mereka pantas menyandang gelar pahlawan nasional?  Beberapa dari kita sependapat, namun beberapa lainnya menyatakan tidak sependapat terkait perlu klarifikasi beberapa hal yang dianggap telah mencemarkan kesucian perjuangan mereka untuk bangsa dan negara.  Beberapa yang lebih moderat tidak mempermasalahkan pelurusan sejarah, namun yang terpenting adalah mereka telah membawa perubahan fundamental dan sangat penting bagi negara sehingga mereka tetap layak mendapatkan gelar pahlawan nasional, namun pengangkatan mereka hanya masalah waktu yang masih belum tepat.

Saya membaca beberapa artikel yang menyatakan bahwa istilah pahlawan dan pecundang adalah dekat dan tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya.  Dalam keseharian kita, akan sulit pula membedakan mana orang yang disebut pahlawan dan mana yang berhak mendapat hukuman dengan menyandang gelar penjahat. Terkait dengan hal tersebut, sebuah artikel menyatakan bahwa pahlawan atau tidaknya seseorang tergantung keberhasilan yang telah diraihnya. Sedikit ulasan dalam artikel tersebut dinyatakan bahwa jika saja Hitler telah berhasil dalam perangnya atau begitu pula dengan Napoleon, ataupun DN Aidit, maka nama mereka akan mencuat dalam peradaban baru yang dibangunnya dan seluruh negara akan menyanjungnya dan menjadikan mereka pahlawan. Begitu pula seandainya kita tidak merdeka, maka orang-orang yang sekarang dikenal sebagai pahlawan adalah nama-nama para pemberotak/penjahat dimata penjajah yang berkuasa.

Dalam istilah lainnya dikenal ada jenis pahlawan lainnya, diantaranya pahlawan revolusi, pahlawan pembangunan, pahlawan devisa dan paling sering kita dengar adalah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Begitu banyak istilah pahlawan yang kita dengar.  Sedikit menanggapi istilah-istilah tersebut, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa tampaknya menjadi suatu  nama pahlawan yang paling sakral untuk diucapkan. Pahlawan jenis ini semestinya adalah orang yang berjasa namun tak mengharapkan sama sekali balasan terhadap jasa-jasanya. Siapakah orang dalam kategori ini, apakah guru? Pada kenyataannya terlepas dari pentingnya peranan mereka, tidak ada satupun dari semua pahlawan itu yang bekerja tanpa tujuan untuk hidupnya sendiri.  Adalah benar guru telah mencerdaskan bangsa, tapi guru adalah sebuah jabatan pegawai seperti pegawai lainnya yang juga mendapatkan gaji karena aktifitas mengajarnya.

Seorang ayah adalah pahlawan bagi anak istrinya, petani adalah pahlawan karena menyediakan makanan bagi seluruh bangsa, begitu juga dengan nelayan, kuli bangunan, koruptor ataupun maaf para PSK yang juga menghasilkan penambahan pendapatan negara dari pajak penghasilannya. Adalah sangat logis mengatakan bahwa sudut pandang kitalah yang kemudian menentukan apakah seseorang bisa disebut sebagai pahlawan atau bukan.  Seorang prajurit yang cukup terkenal, yaitu Mohammad Toha, adalah orang yang telah mengorbankan dirinya dengan menjadi bom hidup yang menghancurkan gudang mesiu tentara sekutu dan bahkan keharuman namanya diabadikan dalam lagu Halo-halo Bandung. Tapi apakah dia kemudian disebut sebagai Pahlawan Nasional?

Tentu sangat beralasan ketika Bung Karno menyatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Hari pahlawan yang kita kenal juga adalah sebagai wujud penghargaan bangsa atas perjuangan hidup mati para pahlawan bangsa yang mungkin tak kita kenal namanya. Negara ini merdeka karena curahan keringat, darah dan air mata para pahlawan kita. Dan memang sudah seharusnya kita menghargai jasa mereka dan memberikan penghargaan khusus untuk mereka.

Berdasarkan uraian diatas, tentunya adalah suatu keharusan kita untuk bijak dalam mengangkat seseorang menjadi pahlawan. Bagaimanapun gelar kehormatan mengatasnamakan bangsa adalah amanat bangsa yang perlu dipertanggung jawabkan kebenarannya secara nasional.  Yang terpenting adalah bukan siapa yang harus kita perdebatkan untuk dijadikan sebagai pahlawan, tapi mari kita luruskan kembali jati diri kita sebagai bangsa, moralitas kita sebagai orang beriman dan cara kita bertindak dalam etika budaya bangsa yang luhur agar kita bisa jernih menilai siapa yang pantas kita banggakan sebagai pahlawan. 

Pada dasarnya saya tidak berkepentingan dengan siapapun pahlawan bangsa. Saya telah hidup di jaman kemerdekaan dan bertindak di alam kemerdekaan yang justru mengharapkan kedamaian dan kesejahteraan dan tidak lagi mengharapkan pertumpahan darah yang sesungguhnya adalah mimpi buruk bagi kita yang terbiasa hidup dalam kemerdekaan.  Kehidupan sekarang dihadapkan pada rendahnya moral bangsa, kemiskinan, ketertinggalan teknologi, kerusakan alam dan ancaman kehancuran kehidupan karena kesalahan kita dalam mengelola alam. Pendapat saya adalah bahwa setiap kita adalah pahlawan selama setiap kita bisa berkiprah secara bersama-sama memajukan dan menyelamatkan bangsa dari keterpurukan dan kehancuran.  Tak perlu kita mengkultuskan lagi orang per orang atau kelompok per kelompok sebagai orang yang paling berjasa terhadap negara. Semua kita adalah pejuang bagi bangsa ini dalam bidang dan dengan kemampuan kita masing-masing.  Setiap kita adalah pahlawan minimal untuk diri kita sendiri dan keluarga kita atau orang-orang terdekat kita atau saudara-saudara kita.

Memaknai hari pahlawan tidaklah semestinya hanya dilakukan melalui upacara seremonial yang kental dengan nuansa militer.  Memaknai hari pahlawan semestinya dengan bersama-sama kembali mengatur langkah membenahi keterpurukan bangsa ini dari kemiskinan, kebodohon, ketertinggalan dan keburukan moral.  Bangsa ini bangga mempunyai pahlawan. Namun sesungguhnya kita jangan melupakan bahwa bangsa ini bukan hanya sebagai warisan para pahlawan tapi adalah juga titipan anak cucu kita yang juga mengharapkan kita menjadi pahlawan bagi mereka.  Kultus pahlawan sebagai korban perang seharusnya kita singkirkan, karena kemerdekaan yang sesungguhnya barulah dimulai sebagai bangsa. Tetapi kemerdekaan sebagai warga negara apakah sudah terwujud.  Kita harus jujur bahwa tidak ada seorang pun di negeri ini yang bisa dengan yakin menyatakan bahwa hatinya telah merdeka.  Begitu banyak hal yang harus dibenahi dan sebanyak itupula tantangan kemerdekaan itu harus dijawab oleh kita para pahlawan dimasa kemerdekaan.

Terima kasih para pahlawan, semoga dengan keteladanan dan pengorbananmu, kami bisa menjadikanmu contoh dan menjadikan kami para pahlawan untuk generasi kami dan generasi setelah kami.  Tuhan Yang Maha Pengasih akan memberikanmu ganjaran surga untuk semua kebaikan yang telah engkau lakukan. Semoga dengan bimbingan Tuhan Yang Maha Bijaksana, akan menjadikan kami penerusmu dan pengemban amanatmu untuk mewujudkan kejayaan bangsa.  Terima Kasih sekali lagi para pahlawan bangsa.

6 Nov 2010

Hegemony Para Penunggu Gunung versus Teknologi

Apa yang salah ketika kita mencoba mempercayai sesuatu untuk tujuan kebaikan? Tentunya adalah hak setiap orang untuk itu dan klaim bahwa kitalah yang paling benar justru akan menimbulkan pertikaian yang tidak produktif untuk kebaikan yang kita perjuangkan. Tapi tentunya jika keyakinan itu memang untuk kebaikan yang sebenarnya dan bukan kebaikan untuk diri sendiri yang justru merugikan bagi orang lain.

Kebenaran terhadap hadirnya makhluk ghaib dalam kehidupan nyata adalah hal yang terus mendampingi sejarah kebudayaan dan peradaban bangsa-bangsa. Kepercayaan terhadap dunia ghaib kadang bisa dijadikan senjata untuk menarik simpati masyarakat untuk tujuan pelestarian alam. Upacara-upacara seremonial berbau mistik pun kadang diangkat secara nasional sebagai suatu wujud 'kearifan' masyarakat dan menjadi objek wisata yang menarik perhatian banyak pihak. Upacara cuci senjata pusaka, upacara tolak bala dan upacara pengusiran roh-roh halus menjadi pilihan wisata yang banyak diminati. Dalam beberapa acara di televisi, upaya melihat adanya makhluk ghaib bisa menjadi acara pilihan menarik bagi beberapa kalangan.

Saya adalah orang beragama. Agama saya membenarkan adanya kehidupan di alam ghaib dengan beberapa kisah yang meriwayatkan keberadaannya. Namun agama saya juga membolehkan kebebasan untuk berfikir bahkan hingga batas limit terakhir yang mampu dijangkau oleh kemampuan otak. Disisi lain, Tuhan memberi saya hati yang menjadi tempat segala bisikan baik dan buruk berada. Hati mampu mengendalikan arah hidup untuk menuju sesuatu yang baik atau membenarkan bisikan setan hingga saya bisa menjadi seorang perusak dan penghancur kehidupan.

Peradaban manusia terlahir dari proses pembelajaran baik terhadap hal yang ghaib maupun belajar dari pengalaman-pengalaman hidup manusia sebelumnya. Peradaban besar sepanjang masa terus menarik untuk menjadi kajian secara ilmiah dewasa ini. Bagaimana di masa lalu dengan semua keterbatasan teknologinya, mampu menghasilkan karya yang luar biasa dan mampu bersaing dengan teknologi canggih saat ini masih menuai misteri. Dalam segi peramalan, teknologi canggih mampu memperdiksi suatu peristiwa alam berdasarkan sederatan analisa terhadap perubahan alam dan dengan kecanggihan teknologinya mampu memproses semua informasi secara cepat menjadi suatu masukan manajerial. Begitu pula halnya dalam kebudayaan kuno (yang sampai sekarang masih dipercaya), kemampuan meramal itu bahkan hingga sekarang masih dipercaya kebenaran hasilnya.

Kita bisa berkata segala sesuatu adalah kehendak Tuhan. Tuhan berkendak, maka terjadilah apa yang dikehendakinya. Tapi kadang kita lupa bahwa kehendak Tuhan adalah demi kemuliaan manusia. Tuhan juga memberikan kita otak untuk berfikir dan hati untuk merasakan. Penyerahan diri bahwa segala sesuatu hanyalah ditentukan oleh kehendak Tuhan dan tanpa berusaha untuk mengambil pelajaran ataupun langkah-langkah untuk tetap menjaga kehidupan menjadi lebih baik adalah suatu kesalahan pemikiran atas kebenaran kehendak Tuhan. Tuhan Yang Maha Pengasih sesungguhnya hanya akan merubah nasib suatu kaum jika kaum itu selalu berusaha memperbaiki hidupnya. Kasih sayang Tuhan juga sejalan dengan usaha manusia.

Berkaca dari para penunggu gunung yang hadir seiring dengan meletusnya Gunung Merapi, tentunya adalah suatu kesalahan bila kita kemudian menjadikan mereka adalah sesuatu yang harus disembah. Setiap penunggu bisa diibaratkan camat, bupati, gubernur atau presiden yang membawahi wilayah tertentu. Jauh di atas mereka tentunya ada penguasa lain yang selalu menjadi tempat dia bergantung dan selalu mendampingi para pejabat atau penunggu itu dalam berbuat. Dialah Tuhan.

Hikmah dari keyakinan terhadap dunia ghaib di masa lalu adalah kita bisa belajar. Belajar tentang kearifan bahwa manusia sesungguhnya bukanlah penguasa tunggal di bumi ini. Dalam setiap keyakinan masa lalu ada cerminan kearifan manusia terhadap alam dan kehidupan. Berkaca pada alam menghasilkan manusia-manusia yang arif dalam mengendalikan kemampuan otak dan teknologinya. Sudah saatnya kita tidak lagi mengagungkan hegemoni kita terhadap budaya masa lalu maupun kecanggihan teknologi masa kini. Teknologi bersifat terbatas sesuai kemampuan otak kita yang terbatas. Kebudayaan masa lalu menghasilkan kearifan kita terhadap alam dengan semua filosofinya yang terbuka untuk dipelajari. Semestinya budaya dan teknologi mampu digabungkan untuk menghasilkan manusia-manusia moderen yang canggih dalam berfikir namun arif dalam mengembangkan teknologinya.