23 Nov 2010

Multisistem Pengelolaan Hutan (2): Sekilas tentang Silvikultur dan Pengelolaan Hutan

a. Silvikultur

Pengetahuan akan silvikultur pada dasarnya terbagi dalam 2 aliran utama yaitu: 1. Aliran eksperimentalis yang cenderung mencari teknik silvikultur agar potensi hutan menjadi optimal. 2. Aliran naturalis yang cenderung mengikuti alam (Soekotjo, 2009). Asosiasi ahli kehutanan Amerika (Nyland, 2002) menyatakan bahwa silvikultur adalah:

- Seni untuk membangun dan memelihara tegakan hutan dengan landasan ilmiah untuk
mengendalikan pemapanan tegakan, komposisi dan pertumbuhannya.
- Menggunakan perlakuan agar hutan menjadi lebih produktif, lebih bermanfaat bagi
pengusahaan hutan. Bermanfaat tidak hanya bagi pengusaha hutan tetapi juga bagi
masyarakat sekitar hutan dan masyarakat keseluruhan serta negera, baik generasi
kini maupun generasi mendatang, secara lestari.
- Mengintegrasikan konsep ekologi dan ekonomi pada perlakuan yang tepat untuk
memenuhi tujuan pengusahaan hutan.

Sementara itu dalam persfektif ekologi, Oldeman (1990) memberikan batasan bahwa silvikultur adalah ilmu pengetahuan kehutanan yang dirancang untuk mengendalikan proses yang terjadi di dalam ekosistem hutan, sedemikian rupa sehingga urutan perkembangan ekosistem hutan mencapai peluang tertinggi untuk kelangsungan hidup dari ekosistem hutan yang bersangkutan.

Dalam pengelolaan hutan produksi nasional, dikenal istilah sistem silvikultur. Sistem silvikultur merupakan suatu program perencanaan secara rinci dari perlakuan silvikultur yang mencakup seluruh kehidupan tegakan. Sistem silvikultur mencakup tiga perlakuan, yaitu: regenerasi, pemeliharaan dan pemanenan hasil. Sistem silvikultur menggambarkan bagaimana pemilik lahan mengelola suatu unit lahan selama waktu tertentu untuk kelestarian hasil dan mendapatkan keuntungan tertentu (Smith, 1986 dalam Nyland, 2002).

Sistem silvikultur dirancang untuk menangani seluruh kompleksitas biologis, fisik dan pertimbangan ekonomi yang mencakup problema pembalakan, manipulasi tegakan, proteksi terhadap tegakan, menjaga kelestarian kesuburan lahan hutan, mengatur tata air, menjaga kelestarian margasatwa dan administrasi pengelolaan hutan. Sistem silvikultur juga merupakan program untuk mampu merintis kondisi hutan yang diinginkan, yang akan menghasilkan produk atau kombinasi produk baru, lewat beberapa teknik silvikultur dan mengarahkan proses akibat tindakan silvikultur lewat satu atau beberapa rotasi (Soekotjo, 2009).

Sistem silvikultur terus mengalami perbaikan sesuai dengan kondisi hutan nasional. Beberapa diantaranya yang telah diterapkan dalam pengelolaan hutan produksi di Indonesia, meliputi:

• Tebang Pilih Indonesia (TPI). Ditetapkan melalui SK Dirjen Kehutanan No. 35/Kpts/
DD/I/1972 tanggal 13 maret 1972.
• Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Ditetapkan melalui SK Menhut No. 485/Kpts-
II/1989 tanggal 18 September 1989 dan pelaksanaannya diatur dengan SK Dirjen
Pengusahaan Hutan No. 564/KPTS/IV-BPHH/1989 tanggal 30 November 1989.
• Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ). Ditetapkan melalui SK Menhutbun No.625/Kpts-
II/1989 tanggal 10 September 1989.

b. Pengelolaan Hutan

Dalam UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan ditetapkan bahwa semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya serta serbaguna dan lestari untuk kemakmuran rakyat, pemerintah melakukan kegiatan pengurusan hutan, yang meliputi: Perencanaan kehutanan; Pengelolaan hutan; Penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan; dan Pengawasan.

Pengelolaan hutan pada dasarnya bagian dari kegiatan pengurusan hutan yang merupakan kegiatan yang meliputi: a. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan; b. Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan; c. Rehabilitasi dan reklamasi hutan; dan d. Perlindungan hutan dan konservasi alam.

Pengelolaan hutan nasional dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintan daerah (propinsi dan kabupaten). Pemerintah dapat pula melimpahkan penyelenggaraan pengelolaan hutan kepada badan usaha milik negara (BUMN) bidang kehutanan. Dalam rangka penguatan sistem pengurusan hutan nasional, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, kawasan hutan sesuai dengan fungsinya terbagi dalam KPH.

Kesatuan pengelolaan hutan (KPH) adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. KPH terdiri atas:
a. KPH konservasi (KPHK);
b. KPH lindung (KPHL); dan
c. KPH produksi (KPHP).

Sementara itu, wilayah pengelolaan hutan dibentuk untuk tingkat:
a. propinsi,
b. kabupaten/kota, dan
c. unit pengelolaan.

Pembentukan wilayah pengelolaan hutan tingkat unit pengelolaan dilaksanakan dengan
mempertimbangkan karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi daerah aliran sungai, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat termasuk masyarakat hukum adat dan batas administrasi pemerintahan. Pembentukan unit pengelolaan hutan yang melampaui batas administrasi pemerintahan karena kondisi dan karakteristik serta tipe hutan, penetapannya diatur secara khusus oleh Menteri Kehutanan.

Pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan
penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai, dan atau pulau guna optimalisasi
manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat.
Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional.

(Bersambung...)

Tidak ada komentar: