6 Nov 2010

Hegemony Para Penunggu Gunung versus Teknologi

Apa yang salah ketika kita mencoba mempercayai sesuatu untuk tujuan kebaikan? Tentunya adalah hak setiap orang untuk itu dan klaim bahwa kitalah yang paling benar justru akan menimbulkan pertikaian yang tidak produktif untuk kebaikan yang kita perjuangkan. Tapi tentunya jika keyakinan itu memang untuk kebaikan yang sebenarnya dan bukan kebaikan untuk diri sendiri yang justru merugikan bagi orang lain.

Kebenaran terhadap hadirnya makhluk ghaib dalam kehidupan nyata adalah hal yang terus mendampingi sejarah kebudayaan dan peradaban bangsa-bangsa. Kepercayaan terhadap dunia ghaib kadang bisa dijadikan senjata untuk menarik simpati masyarakat untuk tujuan pelestarian alam. Upacara-upacara seremonial berbau mistik pun kadang diangkat secara nasional sebagai suatu wujud 'kearifan' masyarakat dan menjadi objek wisata yang menarik perhatian banyak pihak. Upacara cuci senjata pusaka, upacara tolak bala dan upacara pengusiran roh-roh halus menjadi pilihan wisata yang banyak diminati. Dalam beberapa acara di televisi, upaya melihat adanya makhluk ghaib bisa menjadi acara pilihan menarik bagi beberapa kalangan.

Saya adalah orang beragama. Agama saya membenarkan adanya kehidupan di alam ghaib dengan beberapa kisah yang meriwayatkan keberadaannya. Namun agama saya juga membolehkan kebebasan untuk berfikir bahkan hingga batas limit terakhir yang mampu dijangkau oleh kemampuan otak. Disisi lain, Tuhan memberi saya hati yang menjadi tempat segala bisikan baik dan buruk berada. Hati mampu mengendalikan arah hidup untuk menuju sesuatu yang baik atau membenarkan bisikan setan hingga saya bisa menjadi seorang perusak dan penghancur kehidupan.

Peradaban manusia terlahir dari proses pembelajaran baik terhadap hal yang ghaib maupun belajar dari pengalaman-pengalaman hidup manusia sebelumnya. Peradaban besar sepanjang masa terus menarik untuk menjadi kajian secara ilmiah dewasa ini. Bagaimana di masa lalu dengan semua keterbatasan teknologinya, mampu menghasilkan karya yang luar biasa dan mampu bersaing dengan teknologi canggih saat ini masih menuai misteri. Dalam segi peramalan, teknologi canggih mampu memperdiksi suatu peristiwa alam berdasarkan sederatan analisa terhadap perubahan alam dan dengan kecanggihan teknologinya mampu memproses semua informasi secara cepat menjadi suatu masukan manajerial. Begitu pula halnya dalam kebudayaan kuno (yang sampai sekarang masih dipercaya), kemampuan meramal itu bahkan hingga sekarang masih dipercaya kebenaran hasilnya.

Kita bisa berkata segala sesuatu adalah kehendak Tuhan. Tuhan berkendak, maka terjadilah apa yang dikehendakinya. Tapi kadang kita lupa bahwa kehendak Tuhan adalah demi kemuliaan manusia. Tuhan juga memberikan kita otak untuk berfikir dan hati untuk merasakan. Penyerahan diri bahwa segala sesuatu hanyalah ditentukan oleh kehendak Tuhan dan tanpa berusaha untuk mengambil pelajaran ataupun langkah-langkah untuk tetap menjaga kehidupan menjadi lebih baik adalah suatu kesalahan pemikiran atas kebenaran kehendak Tuhan. Tuhan Yang Maha Pengasih sesungguhnya hanya akan merubah nasib suatu kaum jika kaum itu selalu berusaha memperbaiki hidupnya. Kasih sayang Tuhan juga sejalan dengan usaha manusia.

Berkaca dari para penunggu gunung yang hadir seiring dengan meletusnya Gunung Merapi, tentunya adalah suatu kesalahan bila kita kemudian menjadikan mereka adalah sesuatu yang harus disembah. Setiap penunggu bisa diibaratkan camat, bupati, gubernur atau presiden yang membawahi wilayah tertentu. Jauh di atas mereka tentunya ada penguasa lain yang selalu menjadi tempat dia bergantung dan selalu mendampingi para pejabat atau penunggu itu dalam berbuat. Dialah Tuhan.

Hikmah dari keyakinan terhadap dunia ghaib di masa lalu adalah kita bisa belajar. Belajar tentang kearifan bahwa manusia sesungguhnya bukanlah penguasa tunggal di bumi ini. Dalam setiap keyakinan masa lalu ada cerminan kearifan manusia terhadap alam dan kehidupan. Berkaca pada alam menghasilkan manusia-manusia yang arif dalam mengendalikan kemampuan otak dan teknologinya. Sudah saatnya kita tidak lagi mengagungkan hegemoni kita terhadap budaya masa lalu maupun kecanggihan teknologi masa kini. Teknologi bersifat terbatas sesuai kemampuan otak kita yang terbatas. Kebudayaan masa lalu menghasilkan kearifan kita terhadap alam dengan semua filosofinya yang terbuka untuk dipelajari. Semestinya budaya dan teknologi mampu digabungkan untuk menghasilkan manusia-manusia moderen yang canggih dalam berfikir namun arif dalam mengembangkan teknologinya.

Tidak ada komentar: