13 Okt 2010

Kehutanan Akhirnya Mulai Bersuara

Sungguh menarik berita di salah satu situs berita online tertanggal 12/10 2010 yang mengangkat ucapan Pak Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan: "Wasior tidak cocok menjadi Kota,direncanakan akan direlokasi. Tidak boleh ada pemukiman padat, topografi seperti itu."

Apa yang menarik adalah bahwa pemahaman tentang alam telah masuk menjadi suatu pemikiran praktis para pejabat. Hal ini telah sejak lama terjadi, meskipun dengan implementasi yang terus dipertanyakan, namun dengan kejadian tersebut kita tidak lagi perlu berdebat berkepanjangan tentang bukti dan siapa yang bertanggung jawab. Kitalah yang salah dengan tidak memperhitungkan alam dimana kita berada dan dengan tanggung jawab bersamalah bencana tersebut dapat ditanggulangi.

Namun hal menarik pula untuk disimak dalam pemberitaan tersebut bahwa diakhir beritanya disebutkan bahwa: "Meski demikian, pihaknya belum mengetahui tempat yang cocok bagi relokasi Wasior. Perlu penelitian secara mendalam agar didapat lokasi yang cocok. Harus dibicarakan lebih lanjut, perlu kunjungan dan tinjauan jangan memindahkan masalah."

Suara yang akhirnya berubah menjadi kebingungan?
Seandainya kita bisa menemukan wilayah yang ideal untuk membangun suatu kota, mungkin kita akan selalu bermimpi. Mimpi kita tidak akan pernah menjadi kenyataan karena masyarakat telah berada pada wilayah terawan di tanah air ini sebelum kita sempat bergerak untuk memberi solusi.

Masyarakat tentu mempunyai pilihan dimana harus tinggal dan melangsungkan hidupnya. Dan hak masyarakat juga untuk bertanggung jawab dengan semua resikonya. Kesedihan mereka mungkin akan membuat kita sedikit terharu, namun bukan sebuah alasan kita kembali memonopoli untuk mengatur hidup dan kehidupan masyarakat.

Adalah kemudian menjadi tugas pemerintah adalah mengayomi dan melindungi hak hidup masyarakat dengan mempertahankan originalitas pemikirannya. Kita yang mungkin tidak mengenal banyak tentang alam tidak bisa terus menuduh. Kita yang terus memandang hutan untuk tujuan ekonomi dan melakukan pengendalian eksploitasi dan perlindungan kawasan hutan yang sempit, apalagi tanpa memandang hak dasar masyarakat, seharusnya berkaca dan membenahi diri. Tunjukan bahwa kita bisa menciptakan rasa aman dengan kemampuan kita mengelola hutan. Dan tidak perlu berkelit dengan "warning" yang sudah sangat terlambat.

Kehutanan tidaklah mengurusi masalah perkotaan secara langsung namun adalah kewajiban kehutanan untuk melakukan pencegahan kerusakan, melestarikan produktifitas dan menciptakan interaksi yang positif antara alam melalui hutan secara harmonis dengan peri kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Apakah cerminan yang bisa didapatkan dari bencana ini bagi dunia kehutanan?

Beberapa hal seharusnya kembali difikirkan:

1. Apakah penataan batas kawasan telah mempertimbangkan aspek keselamatan masyarakat?
2. "Push" kelitbangan untuk memberikan solusi dan bukan sebagai sebuah lembaga pajangan dengan individu-individu yang lemah dalam memandang hutan dalam fungsi yang terintegrasi.
3. Ciptakan integrasi yang lebih produktif dan berkelanjutan dengan sektor pembangunan lain dalam mengelola hutan.
4. Kehutanan harus lebih terbuka dan berani bersuara dengan sederet solusi!

Sangat sentimentil jika kemudian dunia kehutanan menyatakan turut berduka cita meskipun sesungguhnya perasaan sentimentil tersebut adalah juga akan diiringi oleh rasa tanggung jawab. Tanggung jawab yang disertai perasaan bersalah bahwa kita tidak mampu mencegah bencana itu terjadi sejak dini dengan slogan-slogan ideal pembangunan kehutanan yang tertulis dalam dokumen-dokumen kehutanan. Semoga pembangunan kehutanan lebih maju.

Tidak ada komentar: